“Aku seperti dikucilkan dan diasingkan saat awal menginjakkan kaki di Bali. Dalam pertemanan itu sulit banget,” kata Serah, siswa SMA Kabupaten Buleleng, Singaraja, ditemui di kediamannya di Singaraja, Kamis, 27 April 2023.
Serah dan Karola menceritakan perjalanan mereka dari Papua ke Bali di indekos, Singaraja, Bali, 27 April 2023. Ni Putu Puja Parwati Dewi
Siswa kelas 10 asal Papua itu mengungkapkan pengalamannya menjadi salah satu siswa SMA Negeri 4 Singaraja penerima Program Afirmasi Pendidikan Menengah atau ADEM, program pemerintah untuk pemerataan pendidikan di Papua dan Papua Barat. Program ini ada sejak tahun 2013 dan dikhususkan untuk daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kuota sebanyak 55 siswa untuk Bali setiap tahun dalam program itu. Seleksi penerimaan siswa berlangsung di Papua dan Papua Barat. Sekolah-sekolah di Bali menampung mereka dan menyediakan fasilitas pendidikan yang didanai pemerintah.
Serah menyatakan belajar di Bali tidak mudah. Dia merasa tidak nyaman saat bergaul dengan teman sebaya. Contohnya sapaan kaka dengan dialek yang dibuat agar seperti dialek orang Papua. Menurut Serah, kata kaka terdengar aneh dan berbeda dari yang biasanya mereka ucapkan.
Tak hanya kata kaka, siswa dari Papua sering mendengar dialek bicara teman sebaya yang dibuat agar terdengar seperti dialek Papua yang membuat mereka tidak nyaman. Selain itu, Rikson yang merupakan siswa Jurusan Multimedia di SMK 1 Sukasada dari Kabupaten Raja Ampat, kerap merasa tidak percaya diri saat bermain futsal dan teman-temannya sering menggunakan bahasa lokal Bali.
Selain pengalaman yang tidak menyenangkan, Serah juga berbagi rasa syukur karena berkesempatan belajar di Bali. Dari Bumi Cendrawasih, Serah terbang ke Pulau Dewata menuju Buleleng untuk menempuh pendidikan pada Juli 2022. Sesampainya di Bali, Serah bersyukur karena bisa melihat keberagaman dan indahnya alam Pulau Dewata. Dia merasa senang bisa belajar sekaligus melihat geliat pariwisata Bali.
Singaraja dikenal dengan julukan Kota Pendidikan. Di Kabupaten Buleleng misalnya terdapat empat sekolah yang menampung siswa Papua, yaitu SMA Negeri 4 Singaraja, SMA Negeri 2 Singaraja, SMK Negeri 1 Singaraja, dan SMK Negeri 1 Sukasada.
Berteman hujan gerimis sore hari, Serah mengisahkan perjuangannya belajar di Buleleng. Serah yang datang dari Kabupaten Sorong Selatan tak menyangka dirinya bisa bersekolah di Bali. Serah sebelumnya bermimpi bisa pergi ke Bali yang memukau. Mimpinya terwujud ketika lolos seleksi program ADEM tahun pelajaran 2022/2023.
“Saat kelas 9 menjelang ujian, aku nonton TV yang menayangkan Pulau Bali. Dikasih tunjuk wisata Bali. Aku berdoa, Tuhan kapan aku bisa ke Pulau Bali. Doa saya terkabul,” tutur Serah bersemangat.
Pengalaman serupa juga dirasakan Rikson. “Kesan saya pertama masuk sekolah merasa senang sangat bersyukur. Tapi lama kelamaan sempat merasa tertekan dan tidak sama dengan teman lain. Teman bercanda dan kebawa ke hati. Lalu merasa kenapa saya sekolah jauh dan ingin pulang,” ujar Rikson.
“Papua Cicing” dalam bahasa Indonesia berarti “Papua anjing” merupakan salah satu kalimat yang Rikson dengar. Kalimat ini digunakan sebagai bahan bercanda.
Tidak hanya Rikson, Gerry, siswa jurusan Multimedia dan Christo, siswa jurusan Seni Lukis dari SMK 1 Sukasada juga merasakan hal yang sama. Christo dan Gerry mengungkapkan mereka mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan, namun lama – kelamaan mereka bisa beradaptasi.
Christo, Rikson, dan Gerry saat mengisahkan pengalaman mereka beradaptasi dengan lingkungan baru di indekos, Kecamatan Sukasada, Bali, 14 April 2023. Ni Putu Puja Parwati Dewi
Mereka menyatakan perlu proses panjang untuk beradaptasi karena kesulitan berinteraksi, mengalami perundungan, sulit berkomunikasi, dan sulit mendapatkan kelompok belajar. Rikson misalnya merasakan sapaan yang tidak mengenakkan. “Misalnya saat lewat di jalan, mereka tanya beta mau kemana. Padahal, beta itu logat Ambon yang artinya saya,” kata Rikson.
Karola, siswa dari SMA Negeri 4 Singaraja merasakan hal yang sama. Saat mendengar sapaan itu, dia memilih diam karena merasa tidak sopan jika menegur atau membalas sapaan yang tidak tepat itu.
Koordinator ADEM, Darwis Wibawa mengatakan setiap sekolah punya tugas membantu siswa Papua beradaptasi. Tujuan akhirnya adalah mendorong siswa Papua itu melanjutkan pendidikan, berprestasi, dan membangun daerahnya masing-masing.
Darwis yang juga merupakan Kepala Sekolah SMK 1 Singaraja menyebutkan program ekstrakulikuler menjadi salah satu cara untuk membuat siswa asal Papua bisa beradaptasi dengan siswa lainnya. “Selain mengembangkan minat dan bakat, ekstrakurikuler mengajarkan mereka cara berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan,” kata Darwis.
Siswa mengikuti berbagai kegiatan, misalnya olahraga futsal, voli, kriket, olah vokal, tari Bali. Salah satu contohnya adalah Christo yang mengikuti organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan pertandingan tarung derajat. Tarung derajat merupakan salah satu seni bela diri yang populer di kalangan masyarakat. Tarung derajat bisa disebut sebagai kickboxing khas Indonesia. Awalnya Christo tidak percaya diri namun dia mencoba untuk menghadapinya. Setelah itu, dia merasa bangga dengan diri sendiri.
Christo juga mahir melukis. Sejak di bangku sekolah dasar, dia mulai tertarik untuk menggambar. Alat yang dia gunakan pada saat itu yaitu kertas, pensil warna, dan spidol. Saat di SMK dia mulai belajar melukis di kanvas. Christo tidak pernah mengikuti kursus untuk mengembangkan minat dan bakatnya, hanya belajar di sekolah dan berlatih mandiri.
Sejak kecil Christo banyak menggambar pemandangan, anatomi tubuh, hewan, dan lain sebagainya. Objek yang sangat Christo gemari dan sering dia lukis adalah burung elang. Menurutnya burung elang sangat menarik dan mudah dilukis.
Lukisan Darwis Wibawa dan Burung Elang karya Christo, di Kecamatan Sukasada, Bali, 14 April 2023. Ni Putu Puja Parwati Dewi
Darwis mengapresiasi usaha Christo menekuni bakatnya. Tak hanya mempelajari budaya Bali, siswa dari Papua menurut Darwis juga memperkenalkan budaya mereka.
Dia mencontohkan Serah dan Karola yang membawakan tarian Papua saat ulang tahun sekolah. Darwis berharap program ADEM terus berlanjut supaya siswa asal Papua dan Papua Barat bisa mendapatkan kesempatan belajar seperti standar di Jawa dan Bali.
Sumber : Dokumentasi Panitia HUT SMA Negeri 4 Singaraja
Siswa yang menerima Beasiswa ADEM mementaskan tarian dari Papua saat Hari Ulang Tahun SMA Negeri 4 Singaraja Ke-33, di Singaraja, Bali, 8 September 2022. Panitia HUT SMA Negeri 4 Singaraja
Kepala Program Studi Bahasa Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha, Rai Wisudariani menyebutkan keberagaman budaya menggambarkan keunikan masing-masing. Dialek Bahasa menjadi ciri khas seseorang dan identitas diri. “Menghargai kemajemukan itu penting. Misalnya sesama perempuan saja punya bentuk wajah dan pikiran yang bervariasi. Komunikasi itu tidak bisa monolog,” kata dia.
Menurut dia, setiap orang ketika baru lahir mempelajari bahasa ibu untuk pertama kalinya. Bahasa ibu tentu beragam, begitu juga dengan dialeknya. Ria Wisudariani mengatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika dan multiculture akan memberikan dampak yang bagus karena dari perbedaan itu orang bisa mengenal dan mempelajari budaya lain.
Penulis : Ni Putu Puja Parwati Dewi
***
Tulisan ini bagian dari program Workshop dan Story Grant Pers Mahasiswa yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) atas dukungan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.