Di tengah taman kampus kita, berdiri sebatang pohon tua yang konon katanya pernah menjadi kebanggaan bersama. Setiap tahun, pohon ini seharusnya berbunga dengan indahnya, menjadi simbol harapan dan pembaruan. Namun tahun ini, entah mengapa, pohon itu hanya berdiri muram, dengan ranting-ranting kosong yang seolah lupa cara berbunga.
Bisik-bisik di sekitar pohon itu beragam. Ada yang mengatakan bahwa musim semi telah datang dan pergi, tapi tak ada yang melihatnya. Cerita lain beredar bahwa sang tukang kebun telah mengganti jadwal pemupukan tanpa pemberitahuan. Namun, tak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi. Informasi yang beredar seringkali bertentangan, menciptakan kebingungan di antara para pengunjung taman. Sementara itu, pedagang bunga di sekitar taman mengeluh pendapatan mereka menurun drastis. Tanpa keindahan bunga-bunga pohon itu, pengunjung yang biasanya berdatangan kini enggan berkunjung. Dampak ekonominya terasa hingga ke penjuru kampus.
Yang lebih memprihatinkan, ketika beberapa mahasiswa mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, mereka menemui jalan buntu. Pintu-pintu kantor pengelola taman seolah tertutup rapat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan hanya dijawab dengan senyum sopan atau jawaban diplomatis yang tak menjawab apa-apa. Padahal, dulu pohon ini dirawat bersama-sama. Mahasiswa, dosen, dan staf kampus bergotong royong menjaga keindahannya. Kini, entah mengapa, semangat kebersamaan itu seolah menguap. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri, melupakan bahwa keindahan pohon adalah tanggung jawab bersama.
Beberapa pihak mulai berbisik tentang "kegagalan musim semi" tahun ini. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah ketidakmampuan komunitas kampus untuk duduk bersama dan membicarakan masalah ini secara terbuka. Forum-forum diskusi yang diadakan seringkali berakhir dengan debat kusir atau malah saling menyalahkan. Ironis memang, di tengah era keterbukaan informasi, kita justru kesulitan menemukan kebenaran di halaman kampus sendiri. Di saat kita seharusnya bisa bertukar pikiran dengan mudah, forum-forum diskusi justru menjadi ajang adu argumentasi tanpa solusi.
Mungkin sudah saatnya kita melakukan introspeksi kolektif. Bagaimana bisa sebuah simbol kebanggaan bersama dibiarkan layu tanpa ada yang peduli? Mengapa kita membiarkan dinding-dinding tak kasat mata memisahkan kita satu sama lain? Mari kita jadikan ini sebagai momen untuk kembali pada esensi komunitas akademik. Keterbukaan, dialog yang konstruktif, dan semangat kebersamaan seharusnya menjadi nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Hanya dengan kembali pada nilai-nilai inilah, "pohon" kebanggaan kita bisa kembali berbunga, bahkan lebih indah dari sebelumnya. Semoga tahun depan, kita bisa menyaksikan musim semi yang lebih cerah di taman kampus kita, dengan pohon yang berbunga lebat sebagai saksi atas pembelajaran dan pertumbuhan kita bersama.
Penulis:
-
Anonim